Perspektif Sosial, Budaya, dan Ekonomi Pertanian Organik

Saat ini pertanian organik menjadi teknologi pertanian alternatif yang banyak diterapkan oleh petani. Istilah "organik" itu sendiri, di kalangan tertentu dimaksudkan untuk membedakan ciri antara pertanian dengan menggunakan asupan buatan secara kimia dan pertanian yang dibuat berdasarkan atas ketersediaan bahan di lokal tertentu. Dalam berbagai diskusi, terutama di kalangan Non Government Organization (NGO) sebagai fasilitator petani di tingkat grass root, penggunaan pilihan istilah tersebut masih beragam. 
Istilah lain yang sering dipergunakan ialah pertanian lestari, pertanian alami, pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), pertanian selaras alam dan LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture). Reijntjes, et.al, (1992) mengatakan bahwa paling tidak ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam konsep pertanian berkelanjutan, (1) mantap secara ekologis, (2) bisa berlanjut secara ekonomi, (3) adil, (4) manusiawi, dan (5) luwes. Salah satu lembaga yang turut mempromosikan pertanian dengan asupan luar rendah adalah ILEIA (Information Centre for Low External Input And Sustainable Agriculture), sebuah lembaga informasi pertanian di Belanda sebagi pusat informasi dan promosi pertanian dengan asupan luar rendah dan berkelanjutan. Selain itu ILEIA juga memfasilitasi pengembangan pertanian di lokasi yang tidak sesuai untuk penggunaan asupan luar yang tinggi dan kepentingan memadukan LEISA dengan sumber-sumber dan pengetahuan lokal yang menggunakan asupan luar secara arif.
Namun dari berbagai istilah yang dipergunakan, setidaknya terdapat tiga muatan penting yang perlu ditekankan sebagai ciri yang mengikutinya, yaitu (1) basis pada sumberdaya lokal, (2) teknologi yang dipergunakan, dan (3) berkelanjutan. Ketiga hal tersebut merupakan buah refleksi atas pengalaman bertani pada masa lalu bahwa intervensi pemerintah pada sektor pertanian terlalu besar, dan petani hanya dijadikan obyek pembangunan saja sehingga petani tidak memiliki kreativitas untuk mengembangkan usaha taninya secara mandiri.
Selain masalah peran petani di atas lahannya sendiri, kelemahan bertani pada masa lalu menimbulkan banyak persoalan antara lain masalah biaya operasional yang tinggi, degradasi lahan, hama yang tidak terkendali, berkurangnya kesempatan kerja perempuan, berkurangnya sumberdaya genetik dan varietas lokal, ketergantungan, dan kemiskinan di perdesaan. Meski demikian, beberapa penulis juga mengakui bahwa (1) introduksi berbagai varietas padi unggul berumur pendek, (2) supplai yang besar untuk pupuk yang disubsidi, (3) perbaikan dan penyempurnaan jaringan irigasi, dan (4) komitmen di semua lini birokrasi pemerintahan untuk menaikkan produksi padi mengakibatkan kenaikan produksi yang spektakuler, dan mengakibatkan Jawa Timur sebagai "rice basket" pada tahun 1980-an, dan menyebabkan propinsi Jawa Timur memberikan kontribusi terbesar dibandingkan propinsi lain di Jawa, yakni sebesar 20,1% dari total produksi nasional pada tahun 1986. Pada kisaran tahun yang sama, secara nasional produksi beras juga mengalami kenaikan yang cukup berarti. Namun Francis Wahono (1999) mengemukakan fakta yang lain bahwa import beras Indonesia benar-benar nol persen itu hanya terjadi pada tahun 1985 saja, setelah tahun 1990 impor beras nasional tidak pernah nol lagi.
Persoalan-persoalan pertanian pada masa lalu tersebut bisa dikatakan terjadi dalam seluruh lini proses bertani. Persoalan tersebut bukan lagi berada pada tataran bertani sebagai unit usaha, namun sudah meluas ke persoalan sosial, dan kebudayaan bertani itu sendiri. Maka dalam konteks persoalan pertanian secara keseluruhan, pertanian organik saat ini menjadi sebuah "solusi" terutama yang berkaitan dengan persoalan lingkungan dan sumberdaya pertanian, kultur bertani, keragaman hayati, independensi pelaku bertani, dan keadilan pasar (fair trade), seperti yang dinyatakan oleh Gunnar Rundgren (2001), presiden IFOAM tentang pertanian organik.
Karena keterbatasan literatur yang menampilkan data empiris mengenai pertanian organik di Indonesia, maka tulisan ini lebih banyak mengemukakan pertanian organik secara normatif dengan mengoptimalkan informasi yang ada. Oleh karena itu, tulisan ini tidak akan melihat pertanian organik secara holistik, akan tetapi mencoba "meraba" kekuatan pertanian organik dalam mengatasi persoalan di atas. Penulis mencoba mengkontekstualisasikan pertanian organik dalam situasi saat ini, di mana bangsa Indonesia mengalami krisis multi dimensi, dan bagaimana peluang pertanian organik dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya bertani.
Pertanian Organik sebagai Media Pendidikan Horisontal
Presiden IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement), Gunnar Rundgren, (2001) melaporkan bahwa terdapat banyak solusi yang ditawarkan melalui bertani secara organik. Salah satu yang penting untuk diberi highlighted adalah masalah peningkatan kapasitas organisasi tani.
Pertanian Organik, Lingkungan, Ketersediaan, dan Kecukupan Pangan
Bila diartikan secara lebih dalam, ungkapan peningkatan kapasitas organisasi tani mengandung muatan "pendidikan". Pendidikan yang terdapat di sini lebih ditekankan pada proses bernalar dengan pendekatan participatory action research, karena petani tidak punya sekolah dan guru, petani hanya memiliki fasilitator entah dari pemerintah, atau lembaga publik lainnya. Proses inilah yang memberikan jaminan akan partisipasi petani dalam bertani. Pengalaman empiris yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, diseminasi bertani secara organik lebih banyak dimulai di tingkat petani, sehingga bertani secara organik mempunyai arti sebagai media pendidikan horisontal, yang selama ini tidak diemban secara serius oleh organisasi tani "formal". 
Dalam hal ini sebenarnya dengan bertani secara organik yang berbasis pada konteksnya akan memberikan kontribusi pada pemberian peluang yang luas bagi petani untuk menjadi manusia cerdas, dan berdasarkan atas pengalaman pelaku petani di pegunungan kapur selatan Jawa Timur pertanian organik yang saat ini dijalankan merupakan kombinasi antara pertanian intuitif yang terwariskan secara turun temurun dengan nalar yang selalu diperbaharui menurut konteksnya. Dan inilah yang dimaksud oleh Gunnar Rundgren bahwa akan terjadi revitalisasi nilai lama dan pembentukan nilai baru dalam masyarakat petani.
Karena salah satu muatan pertanian organik adalah berbasis pada sumberdaya lokal seperti penggunaan dan pemeliharaan bibit lokal, pemanfaatan ulang sampah organik dan kotoran organik, maka nilai kearifan terhadap pengelolaan dan penataan sumberdaya dengan sendirinya akan didialogkan di tingkat horisontal menjadi point of view dalam bertani secara organik. Dengan sendirinya, peran pihak luar hanya diperlukan ketika petani memerlukan solusi khusus mengenai persoalan praktis di lapangan dan memfasilitasi hubungan keluar dengan pihak lain. Interaksi terus menerus yang menekankan pada proses mencari dan menemukan akan menjadikan pertanian di Indonesia maju, bukan dalam konsepsi Iptek dan konsepsi matematika, namun dalam konsepsi budaya.
Pertanian Organik, Lingkungan, Ketersediaan, dan Kecukupan Pangan
Dalam sejarah bertani seperti yang disebutkan Website of Indonesia Environment and Development (http://www.lablink.or.id), bahwa perkembangan pertanian dari zaman ke zaman banyak dipengaruhi pengetahuan lokal (indigenous knowledge). Pengetahuan lokal adalah pengetahuan yang berada dalam suatu masyarakat dimana selalu dikembangkan sepanjang waktu dan diteruskan untuk pembangunan yang bersifat berdasarkan atas pengalaman, selalu dikaji ulang penggunaannya, diadaptasikan dalam budaya dan lingkungan lokal, selalu berubah dan dinamis (http://www.panasia.org.sg). Pada konteks di atas, secara budaya, proses bertani organik adalah bertani yang bisa dikategorikan "masih konsisten" dalam keberlanjutan pertanian masa lalu. 
Artinya bahwa introduksi pertanian organik ditingkat petani akan mempengaruhi perubahan budaya yang dicirikan oleh perubahan nilai hidup komunitas. Perubahan budaya yang dimaksudkan di sini adalah perubahan yang lebih baik dan beradab selain menjawab isu-isu mendasar saat ini seperti demokrasi, gender, relasi patron-client, ketimpangan kepemilikan dan penggunaan sumberdaya.
Francis Wahono, seorang ekonom, dalam Wacana (2000) mengatakan bahwa masalah dalam kebertanian bukan semata-mata penataan lahan, produksi, dan distribusi. Tetapi kegiatan bertani adalah kegiatan yang melibatkan penataan dan pengolahan lahan, produksi dan distribusi, yang tidak hanya untuk memperbanyak makanan sehingga cukup sampai berkelimpahan, tetapi dengan bekerja demikian manusia akan semakin memaknai dan dihargai hidupnya. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa hal yang penting dalam bertani adalah faktor manusia, alam, dan teknologi
Definisi yang diberikan di atas sebenarnya sudah bermuatan tujuan, dan secara argumentatif, tujuan berupa kemakmuran rakyat menurut batasan di atas, dalam konteks kini lebih ditekankan pada "kelangsungan hidup" rakyat, dimana istilah tersebut mengandung muatan kesadaran baru akan kelestarian lingkungan hidup, yaitu kelestarian terhadap hidup petani, keturunannya, alam dan isinya.
Salah satu kekuatan pertanian organik dengan muatan yang sudah didiskusikan di atas, adalah kekuatan dalam mempengaruhi cara berfikir dan sikap petani dalam memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdaya untuk produksi dan distribusi, mempertimbangkan kelangsungan hidupnya dan keturunannya. Pertimbangan memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdaya bukan lagi didasarkan oleh pertimbangan "praktis" mengenai harga dan ketersediaan barang di pasaran, akan tetapi justru akan memperluas cakrawala kreatif terhadap upaya memperpanjang siklus energi. Dengan demikian maka, dengan sendirinya kekhawatiran mengenai kelangkaan sumberdaya akan teratasi, dan petani tidak tercabut dari akar budayanya dalam kegiatan bertani.
Kembali pada kemakmuran rakyat sebagai tujuan dalam bertani, pengalaman petani di kabupaten Pacitan Jawa Timur menyebutkan bahwa penanaman padi cempo welut (salah satu jenis padi lokal) pada musim tanam yang lalu di atas lahan seluas 900m², dengan menggunakan pupuk kompos, pencegahan hama dengan gadung, dan benih sebanyak 25 beruk (sekitar 17,5kg) menghasilkan gabah kering sebanyak 450kg, hal ini berbeda sangat significant jika dibandingkan dengan pengalaman tanam pada masa lalu yang sarat dengan asupan dari luar baik pupuk maupun pestisida, bahwa dengan jumlah benih yang kurang lebih sama hanya menghasilkan gabah kering sekitar 200 hingga 250kg (Thukul, edisi 2, Maret 2001). Panenan yang diperoleh lalu dibagikan ke anggota dan non anggota kelompok tani dengan mekanisme "ijol"
Mekanisme seperti ini adalah karya dari indigenous knowledge yang dimiliki petani, dipelihara dan dikembangkan secara terus menerus. Dari sisi kepentingan "lumbung benih" petani yang membagikan benih mencatat siapa saja yang menyimpan benih tersebut, dan demikian seterusnya. Dengan demikian jaminan akan ketersediaan benih yang beragam dan sesuai dengan tanahnya akan selalu menjadi bagian tanggungjawab komunitas (kolektif), seperti dalam penggunaan air. Dalam pertanian organik hal ini disebut sebagai lumbung benih komunitas yang hidup, karena bukan bersifat material seperti gudang untuk menempatkan gabah panenan, tetapi justru ditanam, dan ditanam kembali. Hal ini sebenarnya adalah usaha kolektif dalam proses stabilisasi strain (varietas) yang cocok dengan kondisi tanah setempat.
Keuntungannya selain diperoleh varietas yang "stabil" produksinya, juga varietas tersebut tidak akan punah karena kerusakan fisik, kimia, perubahan cuaca, atau kerusakan lain karena penanganan yang tidak sesuai. Dengan demikian maka pertanian organik dalam konteks lingkungan dan kemakmuran rakyat lebih berfungsi dalam membangun supporting system dalam memilih, mengalokasikan, dan mengelola sumberdayanya. Dengan kemampuan manusia pelaku bertani, supporting system secara kolektif tersedia, maka lingkungan, keberlanjutan produksi, dan ketersediaan pangan akan terjaga. Dari sisi kecukupan pangan petani tidak akan kehilangan jenis dan jumlah pangan yang sehat.
Pertanian Organik dan Pendapatan Petani
Sebagai salah satu tumpuan hidup 44,97% penduduk Indonesia (Sakernas, 1998), pertanian justru memberikan kontribusi (17,3%) lebih rendah dari sektor industri (25,2%) (BPS, 1993). Terlepas dari persoalan penambahan tenaga kerja ke perdesaan, namun jua karena perhatian pemerintah dalam pemulihan ekonomi (economic recovery) hanya dikhususkan untuk sektor industri dan perbankan. Kalaupun ada, tidak seserius di sektor industri dan masih mengalami kendala perilaku birokrasi. Selain masalah ketertinggalan sektor pertanian sektor industri, hal ini menunjukkan pula bahwa sektor pertanian sebagai salah satu sektor perekonomian tidak mampu memberikan kehidupan (insentif) yang layak bagi penduduk yang bekerja pada sektor tersebut.
Hal ini diperkuat oleh studi yang dilakukan Collier (1996), bahwa banyak buruh tani tuna kisma (landless) di Jawa mempunyai sumber-sumber pendapatan yang amat terbatas, dimana kecil peluang untuk mendapatkan pekerjaan di luar pertanian. Dan selama masa tersebut kemiskinan terdapat secara meluas baik di perdesaan maupun perkotaan di Jawa. Beberapa persoalan ini muncul akibat konversi lahan pertanian menjadi lahan industri, yang mengakibatkan penguasaan lahan pertanian menjadi lebih kecil (kurang dari 05 ha), dan penurunan nilai tukar petani. 
Jika dirunut lebih jauh terdapat dua pertanyaan yang menjadi kunci dalam bertani, yaitu (1) persoalan lahan yang sempit dapat ditingkatkan produksinya, dan (2) masalah nilai tukar produk pertanian organik. Menghadapi persoalan yang begitu rumit di perdesaan, pertanian organik tidak mampu menjawab secara langsung saat ini. Akan tetapi sebagai sebuah peluang, pertanian organik tetap akan mempunyai peluang yang kuat dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Pengalaman bertani organik yang dilakukan sebuah NGO di Cisarua Bogor, menunjukkan bahwa pertanian organik mampu mengatasi persoalan lahan untuk produksi. Dari pengalaman tersebut dapat dikatakan bahwa pola bertanam yang multikultur dengan diversifikasi jenis dan pola tumpangsari bisa mengatasi hal ini. Khusus untuk sayuran, sangat memadai untuk dibudidayakan secara organik di lahan yang sempit, karena harga sayur relatif lebih baik sehingga penerimaan petani masih cukup untuk menutup biaya produksi.
Saat ini yang dapat dilakukan masih dalam taraf penghematan akibat pemanfaatan bahan sisa di komunitas petani. Bagi rumah tangga petani tambahan pendapatan masih disebabkan karena kenaikan harga produk pertanian organik karena pergeseran selera konsumen, terutama konsumen yang memiliki kesadaran akan makanan yang sehat. Pergeseran ini menyebabkan kenaikan permintaan akan produk organik. Beberapa pengalaman lapangan menyebutkan bahwa bagi petani yang belum mempunyai pasar khusus produk pertanian organik masih menggunakan acuan harga pasar umum yang belum menggunakan acuan kualifikasi produk yang ditawarkan. Artinya bahwa pertanian organik masih berada pada tataran upaya mengurangi cost untuk produksi, bukan dalam meningkatkan nilai tukar produk pertanian. Sedangkan mengenai nilai tukar produknya sendiri sangat ditentukan oleh pasar.
Beberapa hal yang paling tidak perlu dipersiapkan adalah peran pemerintah dalam menggairahkan produksi produk pertanian organik. Hal ini pernah dilakukan dalam program Jaringan Pengaman Sosial, yaitu PMT-AS (Pemberian Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah) untuk anak sekolah dasar. Sayangnya kegiatan tersebut tidak disertai dengan insentif yang memadai kepada petani sebagai penyedia bahan. Namun sebagai sebuah promosi, hal itu sebenarnya menunjukkan bahwa peran pemerintah cukup baik dalam memberikan wacana baru tentang produk organik. Beberapa saat yang lalu, di sebuah media massa juga disebutkan sebuah NGO di Boyolali "membangun" pasar alternatif khusus untuk produk pertanian organik (termasuk juga warung organik SAHANI), dengan harga yang lebih tinggi daripada harga produk non pertanian organik. 
Pada sisi pendapatan petani, hal tersebut akan menjadi peluang yang baik, namun bagi masyarakat yang bekerja di luar sektor pertanian dan tinggal di perkotaan akan kesulitan membeli makanan yang sehat, karena makanan yang layak dan sehat baru dimiliki oleh masyarakat yang mampu secara ekonomi.
Sumber : emind

Read Users' Comments (0)

Perbedaan Pertanian Organik dan Non-organik

Perbedaan pertanian organik dan pertanian anorganik dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:
  1. Proses Persiapan dan Pemilihan Bibit
Bibit pada pertanian organik berasal dari tanaman alami, namun pada pertanian anorganik bibit berasal dari hasil rekayasa atau persilangan genetik.
  1. Proses Pengolahan Tanah

Pada pertanian Anorganik sebagian besar menggunakan traktor mesin, sehingga tanah menjadi padat dan mengakibatkan organisme tanah mati.
Sedangkan pada pertanian organik  tanah diolah seminimal mungkin, sehingga organime tanah tetap hidup dan memperkecil risiko kerusakan tanah.
  1. Proses Persemaian atau Persiapan Penanaman Bibit

Pertanian organik dilakukan secara alami tanpa pestisida, sedangkan pertanian Anorganik dilakukan dengan pestisida dan bahan kimia.
  1. Proses Penanaman

Pada pertanian organik saat proses penanaman hingga panen menggunakan teknik sejenis Bibit dan tidak ada kombinasi, sementara di pertanian organik terdapat macam-macam jenis tanaman dengan kombinasi tanaman pendamping dan tentunya menggunakan penataan tanaman yang lebih baik dari pertanian organik.
  1. Proses Pengairan

Pertanian organik menggunakan air bersih dan bebas dari bahan kimia untuk pengairan, sedangkan pada pertanian organik menggunakan air yang sudah dicampur dengan pestisida dan bahan kimia untuk menjaga tanaman tetap sehat serta mempercepat pertumbuhan.
  1. Proses Pemupukan

Pertanian anorganik menggunakan pupuk kimia buatan pabrik, sedangkan sebagian besar pertanian organik menggunakan pupuk kandang dan kompos buatan petani sendiri.
  1. Proses Pengendalian Hama dan Penyakit

Pertanian organik menggunakan pestisida dan zat kimia lainnya, sedangkan pertanian organik menggunakan pengendalian dengan manual dan pertimbangan alam.
  1. Proses Panen Produksi

Hasil panen pertanian organik lebih bersih dan sehat untuk dikonsumsi, sementara hasil  pertanian anorganik kurang baik dan kemungkinan sudah tercemar zat kimia.
Sumber : agt

Read Users' Comments (0)

Prinsip-prinsip Pertanian Organik

Prinsip-prinsip pertanian organik merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik. Prinsip – prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global. Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar bagi manusia, karena semua orang perlu makan setiap hari. Nilai – nilai sejarah, budaya dan komunitas menyatu dalam pertanian.
Prinsip-prinsip ini diterapkan dalam pertanian dengan pengertian luas, termasuk bagaimana manusia memelihara tanah, air, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan, mempersiapkan dan menyalurkan pangan dan produk lainnya. Prinsip – prinsip tersebut menyangkut bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan hidup, berhubungan satu sama lain dan menentukan warisan untuk generasi mendatang.
Pertanian organik didasarkan pada
1. Prinsip kesehatan
2. Prinsip ekologi
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip perlindungan
Setiap prinsip dinyatakan melalui suatu pernyataan disertai dengan penjelasannya. Prinsip – prinsip ini harus digunakan secara menyeluruh an dibuat sebagai prinsip – prinsip etis yang mengilhami tindakan.

Prinsip Kesehatan
Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.
Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem; tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia.
Kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas dari penyakit, tetapi juga dengan memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan ekologi. Ketahanan tubuh, keceriaan dan pembaharuan diri merupakan hal mendasar untuk menuju sehat.
Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di alam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan.
Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.

Prinsip Ekologi
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan.
Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus; sebagai contoh, tanaman membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan ekosistem peternakan, ikan dan organisme laut membutuhkan lingkungan perairan. Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus – siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal. Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Bahan – bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan – bahan dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam.
Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, pembangunan habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk – produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan air.

Prinsip Keadilan
Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama.
Keadilan dicirikan dengan kesetaraan, saling menghormati, berkeadilan dan pengelolaan dunia secara bersama, baik antar manusia dan dalam hubungannya dengan makhluk hidup yang lain. Prinsip ini menekankan bahwa mereka yang terlibat dalam pertanian organik harus membangun hubungan yang manusiawi untuk memastikan adanya keadilan bagi semua pihak di segala tingkatan; seperti petani, pekerja, pemroses, penyalur, pedagang dan konsumen.
Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan ataupun produk lainnya dengan kualitas yang baik.
Prinsip keadilan juga menekankan bahwa ternak harus dipelihara dalam kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-sifat fisik, alamiah dan terjamin kesejahteraannya.
Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara sosial dan ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan mempertimbangkan biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.

Prinsip Perlindungan
Pertanian organik harus dikelola secara hati – hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang danmendatang serta lingkungan hidup.
Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya.
Karenanya, teknologi baru dan metode – metode yang sudah ada perlu dikaji dan ditinjau ulang. Maka, harus ada penanganan atas pemahaman ekosistem dan pertanian yang tidak utuh.
Prinsip ini menyatakan bahwa pencegahan dan tanggung awab merupakan hal mendasar dalam pengelolaan, pengembangan dan pemilihan teknologi di pertanian organik. lmu pengetahuan diperlukan untuk menjamin bahwa pertanian organik bersifat menyehatkan, aman dan ramah lingkungan. Tetapi pengetahuan ilmiah saja tidaklah cukup. Seiring waktu, pengalaman praktis yang dipadukan dengan kebijakan dan kearifan tradisional menjadi solusi tepat. Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko merugikan dengan menerapkan teknologi tepat guna dan menolak teknologi yang tak dapat diramalkan akibatnya, seperti rekayasa genetika (genetic engineering). segala keputusan harus mempertimbangkan nilai – nilai dan kebutuhan dari semua aspek yang mungkin dapat terkena dampaknya, melalui proses – proses yang transparan dan artisipatif.
Sumber : yprawira

Read Users' Comments (0)

Metode dalam Pertanian Organik

Pertanian organik mengkombinasikan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi dan teknologi modern mengenai praktik pertanian tradisional berdasarkan proses biologis yang terjadi secara alami. Metode pertanian organik dipelajari di dalam bidang ekologi pertanian. Pertanian konvensional menggunakan pestisida dan pupuk sintetik, sedangkan pertanian organik membatasinya dengan hanya menggunakan pestisida dan pupuk alami. Prinsip metode pertanian organik mencakup rotasi tanamanpupuk hijau/kompospengendalian hama biologis, dan pengolahan tanah secara mekanis. Pertanian organik memanfaatkan proses alami di dalam lingkungan untuk mendukung produktivitas pertanian, seperti pemanfaatan legum untuk mengikat nitrogen ke dalam tanah, memanfaatkan predator untuk menaggulangi hama, rotasi tanaman untuk mengembalikan kondisi tanah dan mencegah penumpukan hama, penggunaan mulsa untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan pemanfaatan bahan alami, termasuk mineral bahan tambang yang tidak diproses atau diproses secara minimal, sebagai pupuk, pestisida, dan pengkondisian tanah. Tanaman yang lebih unggul dan tangguh dikembangkan melalui pemuliaan tanaman dan tidak dimodifikasi menggunakan rekayasa genetika.

Sumber : Wikipedia

Read Users' Comments (0)

Kelebihan dan Kekurangan dari Pertanian Organik

Kelebihan dari digunakannya sistem pertanian organik antara lain sebagai berikut:
  • Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air maupun udara, serta produknya tidak mengandung racun.
  • Tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan tanaman non-organik.
  • Produk tanaman organik lebih mahal, sehingga keuntungan petani lebih besar.
  • Menghasilkan makanan yang cukup aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat. Data menunjukkan bahwa praktek pertanian organik mampu meningkatkan hasil sayuran hingga 75% dibanding pertanian konvensional. Disamping itu, produk pertanian organik juga mempunyai kandungan vitamin C, Kalium, dan beta karoten yang lebih tinggi.
  • Membuat lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi petani, karena petani akan terhindar dari paparan (exposure) polusi yang diakibatkan oleh digunakannya bahan kimia sintetik dalam produksi pertanian.
  • Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani; karena: (1) Biaya pembelian pupuk organik lebih murah dari biaya pembelian pupuk kimia; (2) Harga jual hasil pertanian organik seringkali lebih mahal; (3) Petani dan peternak bisa mendapatkan tambahan pendapatan dari penjualan jerami dan kotoran ternaknya; (4) Bagi peternak, biaya pembelian pakan ternak dari hasil fermentasi bahan organik lebih murah dari pakan ternak konvensional; (5) Pengembangan pertanian organik berarti memacu daya saing produk agribisnis Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar internasional akan produk pertanian organik yang terus meningkat. Ini berarti akan mendatangkan devisa bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani.
  •  Meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian. Karena pertanian organik: (1) Menghindari penggunaan bahan kimia sintetis dan (2) Memanfaatkan limbah kegiatan pertanian seperti kotoran ternak dan jerami sebagai pupuk kompos.
  • Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang serta memelihara kelestarian alam dan lingkungan. Pemakaian kompos, misalnya, akan menciptakan lingkungan tanah, air dan udara yang sehat yang merupakan syarat utama bagi tumbuhnya komoditi pertanian yang sehat karena: (1) Memperbaiki struktur tanah sehingga sesuai untuk pertumbuhan perakaran tanaman yang sehat; (2) Menyediakan unsur hara, vitamin dan enzim yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh sehat; (3) Menyediakan tempat (inang) bagi berbagai hama dan penyakit tanaman sehingga tidak menyerang tanaman.
  • Meningkatkan dan menjaga produktivitas lahan pertanian dalam jangka panjang, serta memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan;
  •  Menghasilkan makanan yang cukup, aman, dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat dan sekaligus daya saing produk agribisnis;
Sistem pertanian organik juga mempunyai faktor kekurangan, yaitu sebagai berikut:
  • Kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak, terutama untuk pengendalian hama dan penyakit masih dilakukan secara manual. Apabila menggunakan pestisida alami, pestisida perlu dibuat sendiri karena belum tersedia dipasaran.
  • Penampilan fisik tanaman organik kurang bagus (misalnya berkurang lebih kecil dan daun berlubang-lubang).
Sumber : allviz

Read Users' Comments (0)

Apa itu Pertanian Organik?

Pertanian organik adalah sistem budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Beberapa tanaman Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan dengan teknik tersebut adalah padihortikultura sayuran dan buah (contohnya: brokolikubis merah,jeruk, dll.), tanaman perkebunan (kopitehkelapa, dll.), dan rempah-rempah. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatanekologi,keadilan, dan perlindungan, yang dimaksud dengan prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestariandan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan.

Pertanian organik juga harus didasarkan pada siklus dan sistemekologi kehidupan. Pertanian organik juga harus memperhatikan keadilan baik antarmanusia maupun dengan makhluk hidup lain di lingkungan. Untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan pengelolaan yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.

Sumber : Wikipedia

Read Users' Comments (0)